Kelahiran
KH Wahab Hasbullah lahir di Jawa Timur, tepatnya di Jombang pada 31 Maret 1988; memiliki nama lengkap Abdul Wahab Hasbullah. Beliau merupakan putra KH Hasbullah Said, Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas Jombang, dan Ibundanya yakni Nyai Latifah.
Pendidikan
KH Wahab Hasbullah menempuh pendidikan di beberapa Pesantren, seperti Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, Pesantren Tebuireng Jombang dibawah asuhan Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari, serta belajar pada Syaikhona Kholil Bangkalan. Beliau juga menempuh pendidikan di Kota Suci Makkah dan berguru pada Syaikh Mahfud at-Tirmasi, Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Bakiq al-Jugjawi, Kiai Muhtarom Banyumas, Kiai Asyari Bawean, dan Syaikh Said Al Yamani.
Sepulangnya dari menuntut ilmu di Mekkah, KH Wahab Hasbullah tidak hanya fokus untuk mengasuh pondok pesantren, namun juga turut aktif dalam berbagai gerakan sosial, yang mana kondisi saat itu pada 1914 Indonesia masih dalam cengkraman bangsa Belanda.
Kecintaan terhadap ilmu terdapat pada diri KH Wahab Hasbullah, beliau diakui sebagai ulama tauhid, dan juga fiqih dengan beragam pengetahuan yang selama hidup ditempuh di pondok pesantren. Beliau juga memiliki kitab yang ditulisnya yaitu Sendi Aqoid dan FIkih Ahlussunah wal jamaah , yang mana kitab ini menunjukan tentang pengetahuannya pada bidang keilmuan tersebut. Bahtsul masail Muktamar NU juga selalu memberikan pandangannya yang dapat membukakan jalan dalam menerobos kebuntuan.

Peran di Nahdlatul Ulama
Peran KH Wahab Hasbullah dalam perkembangannya tidak dapat dilupakan begitu saja, beliau merupakan tokoh penting dalam pendirian organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Sebelum terbentuknya Nahdlatul Ulama, pada 1916 berperan dalam pendirian organisasi pemuda Islam yang bernama Nahdalatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air). Organisasi tersebut menhimpun ulama-ulama dengan tujuan yang sama, diantaranya adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), Kyai Abdul Halim (Leimunding, Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem, Rembang) dan Kyai Cholil (Kasingan, Rembang). Usaha itu tidak dilakukannya secara sendirian, melainkan bersama dengan KH Mas Mansur. Tidak lain tujuannya adalah untuk membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia.
Pada tahun 1918, untuk memperkokoh gerakan tersebut, beliau juga menginisiasi Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar. Nahdaltut Tujjar didirakan sebagai basis untuk pendanaan bagi perjuangan pengembangan Islam dan juga sebagai sumber untuk kemerdekaan Indonesia. Pada organisasi ini, dipimpin langsung oleh KH Hasyim Asyari, sedangkan Kyai Wahab Hasbullah sebagai Sekretaris dan bendaharanya, serta Kyai Bisri Syansuri sebagai salah satu anggotanya.
Kondisi dunia yang saat itu kompleks, terlebih dengan penjajahan yang terjadi di Indonesia, KH Wahab Hasbullah mendirikan basis pemikiran, kelompok tersebut diberi nama Taswirul Afkar. Taswirul Afkar sebagai kelompok diskusi dalam rangka memecahkan berbagai persoalan-persoalan kemasyarakatan yang luas. Kelompok ini tidak hanya diisi oleh ulama pesantren, namun dari berbagai kalangan bahkan tokoh nasional yang sekaligus menjadi jembatan untuk komunikasi antara generasi muda dengan generasi tua.
Kelas diskusi semacam Taswirul Afkar sebagai bukti bahwa warisan yang terpenting pada umat Islam adalah kebebasan berpikir, kebebasan berpikir dan berpendapat yang tidak mengurangi rasa spiritualisme dan kadar keimanan. Dan bahkan menambah rasa iman melalui hubungan sosial masyarakat dengan memecahkan problem yang ada.
Berdirinya NU
Keilmuan yang dimiliki oleh KH Wahab Hasbullah diakui oleh berbaagai kalangaan, begitupun ketokohannya dan cara beliau memimpin beberapa organisasi. Berdasarkan pada kondisi agama Islam, yang mana pada saat itu sedang terjadi gejolaak di Tanah Arab serta masifnya gerakan Wahabi di Kota Mekkah yang memiliki rencana untuk menghacurkan berbagai situs Islam supaya tidak dianggap menjadi sesembahan “berhala” bagi umat Islam. Karena hal tersebut butuh organiasai yang kuat dan mendorong untuk menghentikan rencana penghancuran tersebut, maka tercetuslah pemikiran dari KH Hasyim Asyari mendirikan Nahdalatul Ulama di tahun 1926.
Pada tahun itu pula KH Wahab Hasbullah ditunjuk sebagai Ketua Tim Komite Hijaz yang secara khusus diutus untuk ke Mekkah bersama Syaikh Ghonaim al-Misri dan bertemu dengan Raja Saud dengan tujuan menghentikan segala rencana menghancurkan situs-situs bersejarah Islam, tidak terkecuali makam Nabi Muhammad SAW. Ekspansi gerakan-gerakan Wahabi di negeri Arab tersebut telah menguasai Mekkah pada tahun 1924, dan juga di Madinah pada 1925, sehingga masifnya aliran tersebut yang memberlakukan satu aliran yakni Wahabi yang puritan danekslusif. Dilain hal, Tanah Suci telah hidup mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang kesemuanya dapat berdampingan berjalan tidak dapat lagi diamalkan, bahkan diajarkan. Hal tersebut juga turut menjadi dasar utusan Komite Hijaz yang menolak rencana tersebut dengan beranggotakan para ulama pesantren dari Indonesia.
Inisiator Gerakan Pemuda Ansor
Kelahiran Ansor merupakan hasil dari adanya kebutuhan alamiah yang secara tersirat atas perbedaan, antara tokoh tradisional dan tokoh modernis. Organisasi kepemudaan Islam yang saat itu tengah tumbuh dan berkembang, justru ditempuh dengan jalan berbeda, KH Wahab Hasbullah tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur dengan haluan modernis. Pada 1924, KH Wahab Hasbullah membentuk wadah kepemudaan dengan nama Syubanul Wahtan (Pemuda Tanah Air) yang sebelumnya juga telah berganti nama Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor adalah pemberian dari KH Wahab Hasbullah yang menyaranakan menggunakan nama tersebut, nama tersebut diambilnya dari nama kehormatan dari Nabi Muhammad kepada penduduk Madinah yang pada masa itu telah berjasa dalam perkembangan Islam untuk mengakkan agama Allah. Dengan harapan dapat mengambil hikmat untu perilaku dan semangat perjuangan sahabat nabi yang mendapat gelar Sahabat Ansor. Gerakan ANO inilah yang kelas menjadi Gerakan Pemuda Ansor dengan senantiasa menjadi penolong, pelopor, dan pejuang dalam menegakkan ajaran Islam.
Kecintaan pada Seni
KH Wahab Hasbullah memiliki ketertarikan tersendiri terhadap seni, bukti salah satu kecintaan tersebut adalah dengan adanya syair Ya Lal Wathon. Mars yang sering dinyanyikan dalam berbagai acara, terkhusus acara oleh NU maupun badan otonomnya. Lagu tersebut pada tahun 1916 menjadi lagu wajib yang dinyanyikan sebelum memulai madrasah Nahdlatul Wathon. Disisi lain, kecintaanya tersebut dikbuktikan dengan organisasi yang dirintisnya yaitu Ikatan Seni Hadrah Indonesia atau ISHARI pada 1959.
Peran dalam Dunia Pers
KH Wahab Hasbullah juga memilki ketertarikan terhadap media massa, hal ini dibuktikan dengan pernah menjabat sebagai pimpinan redaksi Soeara Nahdlatoel Oelama. Bukan hanya jabatan, melainkan juga turut aktif menulis bahkan menjadi seorang peyandang dana untuk media tersebut. Sehingga dirintislah beberapa majalah maupun surat kabar seperti Soeara Nahdlatoel Oelama, Berita Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Oelama, Duta Masjarakat, dan yang lainnya. Hal ini turut relevan dan strategis untuk dapat memporpagandakan gerakan dari NU dalam memperjuangkan kemerdekaan ke pesantren maupun publik. Hal ini turut diamini ketika KH Mahfudz Siddiq dan KH Wahid Hasyim juga aktif didalamnya dan mengembangkan media publikasi massa tersebut.
Peran dalam Dunia Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, tidak luput dari pandangan KH Wahab Hasbullah. Beliau terinspirasi dari pendidikan KH Wahid Hasyim semasa remaja. Jauh sebelum NU berdiri, telah dirintis pilar gerakan yang bergerak pada pemberdayaan ekonomi Nahdlatut Tujjar (1918), keilmuan dan budaya Taswirul Afkar (1919), Nahdlatul Wathon (1916). Namun ketiga tersebut dirasa belum efektif sehingga dibentuklah Lembaga Pendidikan Maarif NU, sebagai eksekutor pendidikan dalam tataran formal dari pusat hingga ranting. Lahirnya LP Maarif pada 1929 adalah buah dari hasil pertemuan KH Wahid Hasyim, KH Mahfudz Siddiq, dan KH Abdullah Ubaid di Kantor Hoof Bestur Nahdlatul Ulama, sebelum dilangsungkan Muktamar NU ke-4 di Kota Semarang. Adapun pertemuan tersebut diadakan atas perintah dari KH Hasyim Asyari juga merespon usulan dari KH Wahab Hasbullah untuk dibentuknya lembaga khusus yang fokus pada bidang pendidikan.
Peran dalam Kemerdekaan
Selain dalam bidang agama, KH Wahab Hasbullah memiliki peran penting dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa pendudukan oleh Jepang, Kyai Wahab pernah menjadi Panglima Laskar Hizbullah. Dalam operasi ini, beliau berhasil membebaskan KH Hasyim Asyari dengan santri dan pasukannya.
Pada tahun 1961, ketika Tri Komando Rakyat digaungkan KH Wahab Hasbullah turut memberi saran berupa Diplomasi Cancut Taliwondo. Diplomasi ini merupakan buah dari sarannya terhadap Presiden Soekarno saat itu, karena pertentangan tentang pembebasan Irian Barat. Diplomasi Cancut Tali Wondo disarankan KH Wahab Hasbullah dengan langkah-langkah politik dalam negeri yang harus disehatkan:
- Pertama, partai- partai politik harus diberi jaminan partisipasinya secara adil dan jujur.
- Kedua, rakyat harus dientaskan dari kemiskinan dan kemelaratan dengan dengan cara meratakan keadilan dan pemberantasan korupsi.
- Ketiga, industri rakyat harus dilindungi dan diberi bantuan yang layak.
- Keempat, penghematan harus berlaku di semua kalangan, jangan cuma di kalangan bawah saja.
- Kelima, hak-hak demokrasi harus dilonggarkan agar rakyat diberi ketenteraman dan kebebasan mengeluarkan pendapat, terutama dalam dakwah dan pengajian–pengajian jangan dipersukar.
- Keenam, umat Islam jangan terus dicurigai karena itikad mereka hanyalah hendak menyematkan bangsa dan negara.
- Ketujuh, untuk melaksanakan diplomasi ini memang butuh waktu, karena menata persoalan dalam negeri yang kompleks itu cukup lama, tetapi dibutuhkan juga kerja keras karena di saat yang sama musuh sudah mulai menyerang.
- Kedelapan, selain itu kita tidak bisa melakukan diplomasi dengan Belanda secara jantan dan setara. Kalau kondisi militer kita keropos, karena itu militer harus diperkuat. Orang baru bisa bersikap “keras” (tegas) dalam berdiplomasi kalau mempunyai “keris” (senjata). (NU Online)
Dari saran tersebut, keberhasilan pembebasan Irian Barat tidak luput dari peran ulama, KH Wahab Hasbullah.
Fatwa resolusi jihad yang memantik pertempuran 10 November di Surabaya juga tidak lepas dari peran KH Wahab Hasbullah, meski tidak secara langsung keluarnya Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Rais Abar PBNU KH Hasyim Asyari dalam pertemuan ulama NU se-Jawa dan Madura yang bertempat di Kantor PB Ansor Nahdlaoel Oelama Jalan Bubutan VI/2 Surabaya pada 22 Oktober 1945, KH Wahab Hasbullah memiliki tugas untuk mengawal implementasi di lapangan.
KH Wahab Hasbullah semasa hidup tentu merasakan kesulitan dalam menghadapi kolonial pada masa penjajahan, namun bukan berarti tidak dapat diatasi. Kyai Wahab memiliki kemampuan diplomasi dan loby yang dapat mengatasi berbagai bersoalan dengan pemerintah kolonial waktu itu. Meski begitu, Kyai Wahab Hasbullah juga dapat mengeluarkan humor-humor yang menjadi ciri khas santri. Hal ini seperti pada saat Indonesia dalam masa jajahan Belanada, KH Wahab Hasbulloh berpidato didepan para santri.
“Wahai Saudara-saudaraku kaum pesantren, baik yang sudah sepuh, yang disebut Kiai, ataupun yang masih muda-muda, yang dikenal dengan sebutan Santri. Jangan sekali-sekali terbersit, apalagi bercita-cita sebagai Ambtenaar (pegawai Belanda)!” Ucap Kyai Wahab Hasbullah.
“Mengapa kiai dan santri tidak boleh jadi Ambtenaar? Jawabannya tiada lain tiada bukan, karena Ambtenaar itu singkatan dari Antum fin Nar. Tidak usah berhujah susah-susah tentang Ambtenaar, artinya ya tadi, ‘kalian di neraka’ tititk,” jelas Kiai Wahab. Sehingga membuat santri seketika tertawa dan tepuk tangan.
Berbeda semasa penjajahan Jepang, kali ini Kyai Wahab menghadapi para kyai yang belum paham tentang berpolitik dengan Jepang. Saat itu ada sebuah organisasi Jawa Hokokai, seperti perhimpanan masyarakat yang mendukung Jepang. “Para Kiai tidak susah-susah mencari dalil menjadi anggota Jawa Hokokai. Masuk saja dulu. Tenang saja, di dalam badan tersebut ada Bung Karno. Beliau tidak mungkin mencelakakan bangsa sendiri,” Kiai Wahab mulai merayu para kyai. “Tapi Kiai, apa artinya Jawa Hokokai itu?” Tanya seorang kyai. “Lho, Sampean belum tahu ya, Jawa Hokokai itu artinya Jawa Haqqu Kiai,” jelas Kiai Wahab singkat. “Ooo… Jadi Jawa Hokokai itu artinya Jawa milik para kiai. Ya sudah, mari, jangan ragu masuk Jawa Hokokai,” ujar kiai tadi merespon.
Indonesia tercatat telah beberapa kali melakukan perjanjian dengan Belanda maupun kolonial, namun KH Wahab Hasbullah menghadapinya dengan berani karena perjanjian yang dibuat selalu tidak menguntungkan dan penuh ketidak adilan terhadap Indonesia. Karenanya perjanjian tersebut juga dibatalkan sepihak oleh Indonesia, seperti Perjanjian Renville, Perjanjian Linggar Jati, maupun Konferensi Meja Bundar (KMB).
Wafat
Pada 29 Desember 1971, KH Wahab Hasbullah wafat dan dimakankam di makam keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. Perjuangan dari KH Wahab Hasbullah selama hidup tidak sia-sia. Pada 7 November 2014, Presiden Joko Widodo menganugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia untuknya.
Kutipan dari KH. Abdul Wahab Hasbullah: Tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna lagi selain persatuan.
Sumber referensi: